Sabtu, 17 Januari 2015

TAN MALAKA: KOMUNIS? SOSIALIS? ATAU NASIONALIS? ATAU ...?

TAN MALAKA

Selamat siang menjelang sore gaess, di sela-sela menghitung-hitung setumpuk lembar kerja di depan laptop ijinkanlah saya berkoceh lagi di sini. Ya gak bakalan ada yang ngelarang, ini blog saya weeek hahaha... Sebenernya saya gak punya ide apa-apa waktu mau nulis postingan ini, tapi ketika saya browsing di hardisk laptop kok nemu nama Tan Malaka. Entah saya sendiri juga heran, kenapa akhirnya nama Tan Malaka yang muncul, kenapa tidak dengan nama mantan saya, atau calon pacar saya, atau adek-adek yang cantik mungkin?

Mungkin nama Tan Malaka populer di kalangan akademisi dan aktivis di berbagai kampus di seantero Nusantara. Tapi namanya masih kalah pamor sama artis Korea atau penyanyi sekelas Justin Mbeber (wah pelanggaran!). Bercanda gaess, namanya tidak setenar nama pahlawan lain atau tokoh-tokoh nasional lainnya. Tapi saya tercengang dengan kisah pelariannya mulai dari Singapura, Thailand, Hongkong, hingga Filipina (ingatkan kalo rute/wilayah pelariannya salah). Saya juga terkagum-kagum dengan ide politiknya. Gagasan-gagasannya orisinil, saya bisa katakan gagasannya one of the best ever. Cara hidupnya yang kucing-kucingan juga asik buat ditiru (don't try this at home). Semua itu tak lepas dari ide-ide dan konsep pemikirannya tentang Indonesia.

Sebelumnya saya kasih sedikit pengantar awal kisah saya mengenal seorang Tan Malaka. Saya masih sedikit bisa mengingat, pada waktu saya kuliah sejarah semester 4 saya dapat tugas membuat sebuah kliping dari majalah-majalah lama. Saya minta tolong alm. Mama saya (semoga surga Allah menjadi tempat terindah untuk Beliau ) membelikan beberapa majalah bekas. Waktu itu saya masih cupu gaess, dandanan saya gak banget lah untuk kelas anak kuliahan hahahaha... Nama Tan Malaka masih sedikit asing. Ketika majalah pesanan saya sudah ada di rumah saya lihat satu per satu. Semua ada 4 majalah, dan kesemuanya majalah Tempo terbitan tahun 1986-1988. Banyak peristiwa yang saya gak tahu di tahun-tahun tersebut. Persitiwa pembobolan rekening BNI 1946 pada malam tahun baru 1987 di New York sekaligus menjadi kejahatan cybercrime terbesar di Indonesia pada waktu itu, nukilan biografi sang maestro catur Pakdhe Gary Kasparov, dan hingga akhirnya nemu nukilan buku karya Harry Poeze tentang Tan Malaka. Harry Poeze ini lah yang sangat getol mencari semua tentang Tan Malaka.

Saya baca pelan-pelan, bagian yang saya ingat betul adalah bagian "Mendirikan PARI di Tengah Patung Budha". Yup, PARI itu bukan bahasa Jawanya padi, tapi singkatan dari Partai Republik Indonesia. Saya jujur terharu dan merinding, Tan Malaka di dalam situasi pelarian di Thailand mampu mendirikan sebuah partai dan sekaligus gagasannya mengenai Republik Indonesia (gagasan tersebut sudah ada di Naar de Republik Indonesia yang terbit tahun 1925). Tahun 1927 gaess, bayangin aja. Doi uda nyebut "Republik Indonesia", sebelum Sumpah Pemuda dikumandangkan. Eh, Sumpah Pemuda cuma nyebut nama Indonesia aja, tanpa Republik.

Oiya, Tan Malaka kok bisa di Thailand pada tahun segitu?
Jadi gini gaess, Tan Malaka itu awalnya diangkat sebagai ketua PKI. Nah doi ini mengkritik pendapat elit petinggi partai tentang pemberontahan yang mau dilakukan tahun 1926/1927. Dia berpendapat, pemberontakan tidak hanya bergantung kepada logistik saja. Kalo gak punya massa, gimana? Nah karena dianggap menentang kebijakan partai dan atas perintah pemerintah kolonial Belanda, Tan Malaka akhirnya menjadi seorang pelarian. Pendapat Tan Malaka tentang pemberontakan PKI 1926 terbukti benar. Pergerakan gagal, banyak yang ditangkap dan tokoh-tokohnya banyak yang run away ke luar negeri. Ya, Tan Malaka sebagai pelarian menurut saya lebih terhormat lah dari pada mereka yang run away ckckck...




 Tan Malaka balik ke Indonesia pada jaman Jepun. Pokoknya doi amat dirahasiakan keberadaannya, dan doi juga nyamar, ngaku sebagai buruh tambang batubara di Bayah, Banten bernama Husein. Menjelang kemerdekaan Tan Malaka beberapa kali "show up" ke beberapa tokoh pergerakan nasional. Di bawah tanah, doi ngompor-ngomporin para pemuda buat segera menyatakan kemerdekaan. Namanya anak muda ya, kayak pas lagi kasmaran, sikat saja daahhh hahaha... Dan doi nongol di Lapangan Ikada pada saat rapat akbar.


Doi keren gaess, jalan sebelahan sama RI 1. Dan RI 1 pun sangat segan dengan doi, karena isi kepalanya mengenai Indonesia sungguh maju. Mungkin kalo itu bisa didownload, bisa nyampe ribuan halaman PDF, bisa nyampe gigabyte-an mungkin hehehe...

Cuma sayangnya pemerintah Orba sengaja menghilangkan nama Tan Malaka sekalipun doi punya gelar Pahlawan Nasional. Entah apa motif yang sesungguhnya, mungkin Orba sensitif sama yang berbau komunis kali ya? Menurut pandangan saya, Tan Malaka itu kayak genre musik all arround. Semua paham "isme-isme"-an bisa ditemukan di semua gagasannya. Komunisme? Iya, sudah pasti karena Tan Malaka agen Komintern (Komunis Internasional). Islamisme? Oiya, jelas! Dia berpendapat bahwa komunis dan pan-islamisme bisa memenangkan dunia persilatan politik Indonesia. Sosialis? Sudah jelas gaess, tak usah diragukan lagi. Pemikirannya sangat sosialis. Nasionalis? Well, dia sudah mencetuskan nama Republik Indonesia di essainya yang legendaris, majestic abisss pokoknya. Naar de Republiek Indonesia terbit tahun 1925, meskipun isinya masih dari sudut pandang pemikiran komunis dan sosialis namun dia sudah mendahului jaman gaess. Jadi Tan Malaka itu memainkan hampir semua genre pemikiran pergerakan di Indonesia. Orang dulu pinter-pinter ya?

Apapun itu tentang Tan Malaka, doi sangat berjasa buat bangsa Indonesia. Dia patut dihargai, dipelajari pemikirannya. Cuma jangan ditelan mentah-mentah, yang mentah rasanya pasti gak enak hahaha...  Buat anak muda jaman sekarang, ya jangan cukup tau aja sama yang namanya Tan Malaka. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari sini (dari blog ini hahaha) Kalo mau cari tahu, di internet banyak, bukunya Harry Poeze juga sudah sangat mumpuni untuk mengetahui Tan Malaka lebih jauh. Sekian dulu postingan hari ini, selamat menikmati hari Minggu kalian gaess ;)

-- VIVA HISTORIA -- 

Kamis, 15 Januari 2015

SEJARAH MASA KINI, SEJARAH UNTUK MASA DEPAN (Bagian 2)



HISTORIOGRAFI DAN HITAM PUTIH SEJARAH INDONESIA


Jumpa lagi gaess dengan saya, orang yang suka masa lalu. Eitss, bukan gak bisa move on loh ya! Move on kok terus, yang lain kenapa? Hahaha... Oke kali ini saya mau nyambung postingan pertama saya tempo hari. Perlu dicatat, biar kata postingannya agak-agak lucu (apa cuma saya yang bilang gitu?) tapi makna dari pembahasan WHAT IS HISTORY itu mahal dan dalam. Mahal karena saya baru bisa bikin postingan kayak gitu setelah menempuh kuliah S1 selama 6 tahun :D

Postingan kali ini merupakan postingan yang agak sedikit lebih berat. Topik yang saya pilih kali ini adalah HISTORIOGRAFI. Kalo dalam metode ilmu sejarah, historiografi ini merupakan metode terakhir dalam penelitian sejarah. Historiografi adalah proses penulisan sejarah dari apa yang sudah kita teliti. Misalnya kalian mungkin ada yang neliti tentang perkembangan cewek cabe-cabean dari masa kolonial sampe pasca kemerdekaan, nah hasil penelitian itu kemudian disusun secara sistematis menjadi suatu kesatuan utuh yang didukung dengan data-data dan berbagai macam sumber, sehingga bisa dinikmati khalayak ramai. Maka kalian akan tahu seputar cewek cabe-cabean beserta berbagai macam aspek perkembangan, seperti pola hubungan, dandanan, sampe fashion mereka huahahaha :D

Ngomong-ngomong tentang historiografi, ada suatu permasalahan klasik yang menurut saya menggelitik sekaligus menimbulkan pemikiran panjang. Sebelumnya saya akan memberi sedikit trivia quiz sama kalian...




Di atas adalah sebuah persegi yang berwarna hitam. Yup, mungkin kalian-kalian orang awam pasti bilang warnanya hitam. Tapi tidak dengan saya, saya dengan lantang akan bilang kalo kotak itu warnanya polkadot (lu uda buta ya mas?) Iya kenapa saya bilang itu polkadot. Saya mencoba memberi pemahaman yang lebih mendalam bagi kalian yang sudah "mbatin" saya sudah buta. Saya memakai pendekatan ilmu filsafat untuk bisa berani berkata itu kotak warnanya polkadot. Warna hitam bisa tersusun karena banyaknya titik-titik berwarna hitam yang memenuhi suatu tempat tertentu yang memiliki warna latar putih. Sudut saya berbeda karena saya memiliki pemahaman yang berbeda tentang deskripsi warna hitam. Jujun S. Sumantri berkata dalam salah satu bukunya, cukup tahu di tahunya dan cukup tahu di tidak tahunya.

Saya tidak bermaksud sombong dengan pertanyaan dan statement saya di atas. Saya ingin menekankan, bagi teman-teman yang (masih) menyepelekan sejarah, adik-adik kelas saya yang masih berjuang dengan seminar,proposal,dan skripsinya, teman-teman saya yang belum lulus, historiografi kita erat dengan hitam putihnya sejarah yang sudah tertulis di Indonesia. Sekalipun Mbah Sartono Kartodirdjo sudah membuka jalan historiografi sejarah Indonesia lebih indonesiasentris, tetap saja tidak bisa terlepas dengan apa yang namanya hitam putih itu.


Semua orang pasti tahu tentang gambar berlatar belakang merah menyala itu. Yup, itu adalah logo Partai Komunis Indonesia (ada yang mlesetin Partai Keadilan Indonesia). PKI itu erat dengan hitam putih historiografi Indonesia. Banyak sejarawan lokal maupun internasional yang menulis tentang PKI. Mulai dari Ben Anderson (sejarawan Cornell University,red) sampai para pelaku sejarah di peristiwa pemberontakan G 30 S tahun 1965. Menurut hemat saya, PKI "diduga" menjadi terdakwa dalam peristiwa itu. Saya tidak berusaha menghakimi bahwa PKI salah karena terlibat dalam penculikan beberapa jenderal Angkatan Darat, dan juga tidak membenarkan tentang ide-ide PKI. Jujur, saya sendiri pada awalnya adalah seorang yang anti PKI. Hal itu tak lepas dari campur tangan pemerintah pada masa Orba untuk menanamkan pemahaman ke dalam setiap kepala rakyat Indonesia bahwa PKI dan komunisme merupakan bahaya laten. Pemerintah Orba mendoktrin semua lapisan masyarakat dengan metode yang cukup jitu: film Peristiwa Pengkhianatan G30S/PKI. Pun halnya dengan laporan peristiwa G 30 S, pemerintah Orba menerbitkan sebuah "buku putih" yang judulnya panjang banget kayak rambut mbak kunti. Disebut buku putih karena sampulnya didominasi warna putih hahahaha...




Nah adek-adek kelas saya yang cantik-cantik, itu loh buku putihnya. Saya sempat membacanya, membandingkan dengan buku-buku sejenis yang bukan diterbitkan pihak Republik. Terkesan pemerintah Orba sangat menghakimi bahwa PKI adalah dalang. Namun dalam riset kecil saya itu (padahal kuliah juga jarang masuk hehehehe) saya menemukan fakta bahwa sebenarnya beberapa petinggi PKI malah tidak tahu dengan peristiwa G 30 S tersebut. Entah tidak tahu entah pura-pura tidak tahu entah yang lainnya. Njoto, petinggi CC PKI yang juga menjadi Menteri Negara, di saat hari-H malah ada kunjungan kerja ke Medan. Letkol Untung melalui pledoinya di Mahmilub (kosakata gaul itu hahaha) menjelaskan bahwa dia "direstui" Mayjend Soeharto untuk "menyikat habis" jenderal yang mau mengkudeta RI-1. Padahal yang napsu jadi presiden ya Pak Harto, ya kan? Sampe populer bilang :Piye, Sek Enak Jamanku Tho?" #akurapopo

Dari penjelasan di atas bisa dilihat benang merah topik postingan kali ini. Buku putih itu, adalah historiografi pemerintah Orba pada masanya. Setelah Orba runtuh, muncul berbagai macam tulisan yang (berusaha) membeberkan fakta yang ditutup-tutupi pemerintah Orba. Pemerintah hanya memandang PKI hanya dari sudut "hitam"nya saja. Sementara pasca reformasi, tulisan-tulisan yang muncul kemudian malah terkesan menyalahkan tindakan militer dan mengatakan PKI hanyalah korban. Pak Karno sebgai RI 1 juga bilang, PKI itu keblinger pengen ada di puncak. Terlepas dari penjelasan di atas, kalian tahu sendiri kan dampaknya apa? Adek-adek yang sering ke Bapersip Jatim, tau kan dampaknya? Gara-gara tulisan pemerintah Orba, maka stigma yang melekat tentang PKI itu cenderung jelek dan negatif. Bukan saya mendukung lho ya, saya cuma mengamati. Saya sebagai sejarawan (amatir) tidak memihak kepada pihak manapun. Kapasitas saya hanyalah sebagai enthusiast, penikmat sejarah, dan menjelaskan sejauh yang saya tahu kepada kalian dan mbak-mbak cantik.




Kita mundur sejenak ke jaman revolusi kemerdekaan gaess. Tau kan foto di atas? Tau kan Dek? Foto abang sewaktu jadi pejuang... Iya, pejuang hatimu hahahaha
Yup, itu foto Bung Tomo, salah satu pahlawan kebanggaan arek Suroboyo. Dia berperan besar dalam menggerakkan segenap rakyat Surabaya untuk mempertahankan Surabaya dari gempuran Belanda pada pertempuran 10 November. Kalian juga akan spontan menjawab, rakyat Surabaya bertempur melawan penjajah. Itu benar gaess, tidak salah sama sekali. Tapi apakah ada yang mencoba melihat ini dari sudut pandang lain. Misalnya pembantaian orang-orang Belanda yang populer dengan sebutan "Senin Berdarah". Remaja-remaja Walanda yang masih unyu-unyu pada waktu peristiwa pertempuran 10 November pasti akan ingat betul dengan peristiwa "Senin Berdarah" itu. Coba deh Adek browsing di laptopnya Adek, kalo bisa nemu penjelasan "Senin Berdarah", Abang kasih Adek status baru, jadi istri Abang :D
Peristiwa "Senin Berdarah" merupakan peristiwa kecil yang sangat sedikit sekali yang mengungkapkan tapi memiliki efek psikologis yang buruk bagi para remaja Walanda unyu-unyu yang waktu itu masih netap di Surabaya. Adanya pembantaian yang dilakukan oleh sekelompok arek Suroboyo terhadap orang-orang Belanda di Simpang Societeit (Balai Pemuda gaess). Inilah yang tidak diungkap oleh kebanyakan sejarawan di masa kini. Mereka memandang suatu peristiwa penting dalam konteks umumnya, tanpa berani memandang konteks yang lebih kecil namun bisa jadi lebih penting daripada konteks umumnya. Historiografi sejarah selama ini hanya membahas seputar pertempurannya saja. Sekali lagi, ada sedikit rasa menghakimi bahwa Belanda adalah penjajah yang harus dilawan, sementara ada sekelompok orang Belanda yang tidak tahu menahu tentang perang itu malah menjadi korban keberingasan arek-arek Suroboyo yang meletup-meletup akibat pertempuran 10 November.

Saya menjelaskan seperti itu bukan berarti saya pro penjajah. Saya cinta Indonesia, KTP saya warga negara Indonesia, dan saya cinta kamu, Dek hahaha... Saya hanya menyajikan fakta yang tidak banyak diketahui oleh khalayak ramai. Sebagai pertanggungjawaban, saya ada film dokumenternya gaess. Asli dari Belanda, dengan sudut pandang orang Belanda yang menjadi korban, bukan sebagai penjajah. Sekali lagi, historiografi harus lebih adil dalam porsi penulisan sejarah. Maksud saya, tidak hanya membahas hal-hal yang umum melulu, kan hal-hal umum itu awalnya berasal dari hal-hal yang bisa dibilang gak umum, namun karena memori kolektif masyarakat serta tanggapan masyarakat atas suatu peristiwa itulah yang menjadikan hal tersebut menjadi umum dan menimbulkan sudut pandang secara massal.

Bisa disimpulkan dari 2 penjelasan saya di atas bahwa dalam konteks tradisi historiografi sejarah Indonesia, masih banyak yang memandang satu masalah hanya pada satu sisi. PKI yang dianggap pemberontak, Belanda yang dianggap penjajah. Pendapat tersebut benar tapi juga tidak benar? Lho, kok bisa? Ya bisa lah, gue gitu loh :D
Saya tidak mengatakan salah, kalo salah ya pasti tidak ada yang benar. Saya cukup bilang tidak benar, berarti ada beberapa yang salah. Oke, historiografi itu sendiri sudah ada sejak jaman dewa-dewa masih mengayomi kehidupan manusia. Mereka menuliskan tentang something important (bukan impoten) pada masa itu. Ambil saja Homerus, penyair kondang dari Yunani. Doi ini nulis tentang kisah perang Troya. Itu lho perang yang pake jaranan (lu kata reog?). Homerus ini menuliskan kisah perang Troya dalam bentuk syair dan puisi. Nah lho, sangat berseni bukan orang jaman dahulu? Sejarah aja jadi puisi (Ingat-ingat pelajaran fungsi sejarah hahaha). Kemudian lahirlah si Bapak Sejarah yang punya nama keren: Herodotus. Dia yang kemudian ngembangin teknik nulisnya Kang Homerus yang sebelumnya bentuk puisi dan syair jadi bentuk prosa. Gak tau prosa? Tanya anak Sastra Indonesia, mereka lebih jago nerangin hahaha... Herodotus mulai menghilangkan unsur mitos dewa dewi dan teologi dalam menulis sejarah, dan mulai menerapkan kajian ilmiah. Tapi ada nih sebagian kalangan yang nganggep Herodotus ini cuma nulis laporan pengamatan doang. Macam anak SMA aja ya? Terlebih lagi sumber-sumber yang digunakan dalam karya Herodotus ini cuma sumber lisan. Ya Adek tahu sendiri lah, mulut manusia bisa berubah-berubah, sekarang sayang, besok uda gak sayang hahahaha...
Ada lagi yang namanya Thucydides, dia yang nulis kisah perang Sparta-Athena yang legendaris itu. Dia merupakan saksi sekaligus pelaku sejarah, dia Jenderal bintang 7 di pasukan Sparta. Di sini dia mulai mengenalkan apa yang dinamakan sebagai kritik sumber gaess. Dan seterusnya bermunculan penulis-penulis sejarah di masa itu. Sampe akhirnya ketemu nih sama Pakdhe Agustinus yang hidup di masa Romawi. Doi ini nulis sebuah manuskrip berjudul De Civitate Dei. Hmmm, namanya kayak adek yang cantik banget itu. Bukan itu, itu bahasa Latin gaess, yang artinya The City of God alias Kota Tuhan (terjemahan bebas Google Translate). Ini yang menjadi pengantar pokok di postingan guwe kali ini. Doi ini membela Romawi dari bangsa tak bertuhan bernama bangsa Visigoth. Ya maksudnya bangsa Visigoth ini masih percaya dewa dewi sementara Roma sudah menjadi negara Kristian. Dia mengatakan dalam bukunya bahwa Kristianitas bukan penyebab Romawi runtuh. Ini karya monumental gaess, De Civitate Dei ini 22 jilid, yang kebanyakan isinya ya membully kaum-kaum pagan. Isinya sih, sekalipun kaum pagan menguasai Romawi gak berarti Romawi bakal bebas dari masalah. Di sinilah saya memutuskan untuk menjadikan tulisan Agustinus itu sebagai patokan. Dia menulis bukan dari hati, dari kemauannya. Dia dipaksa nulis sama teman ngopinya di giras yang bernama Marcellinus. Dia memberikan pembelaan dan hanya memihak kepada satu tema saja: ketuhanan. Dia tidak berusaha mempelajari faktor-faktor yang lain tentang keruntuhan Romawi, misal dari sisi ekonomi atau politik, atau bahkan mungkin sosialnya.

Ini lho yang nantinya juga ditiru oleh sejarawan-sejarawan di masa modern. Seperti kata pepatah yang sering nongkrong bareng guwe di giras, apa yang kau panen itu adalah apa yang kau tanam dahulu. Gaya nulis sejarawan akhirnya cenderung  terkesan hanya pada satu presepsi saja. Kalo merunut pembahasan saya tentang PKI di atas, hal itu bisa jadi benar. Pemerintah juga memiliki kepentingan dalam merekonstruksi memori kolektif rakyat Indonesia bahwa PKI itu seperti ini, seperti itu, macam ini itu dan seterusnya. Seperti halnya Pakdhe Agustinus, dia juga sedikit terpengaruh oleh Lek Marcellinus pada waktu ngomongin politik di giras. Kepentingan bukan? Politik bukan?

Selain itu, masalah "sentris-sentris"-an juga mempengaruhi historiografi. Historiografi tradisional Nusantara misal, maka sentris-nya ya raja-raja, kekuasaan, raja sebagai utusan dewa dan lain sebagainya. Menginjak masa kolonial, sentris-nya ya Nederlandsentris. Pemerintah kolonial menulis segala sesuatunya demi kepentingan di tanah jajahan. Masa pergerakan, ya mulai sentris-nya ke nasionalisme Indonesia baru. Sampe merdeka, masa revolusi, sentris-nya ya sesuai dengan waktu itu. Oiya, namanya zeigeist yang artinya jiwa jaman. Sentris-sentris historiografi itu erat hubungannya dengan jiwa jaman pada waktu itu. (Lu ngarti kagak?) Dalam Seminar Nasional Sejarah yang pertama, sempet ada argumen mengenai historiografi yang ada di Indonesia. Pada waktu itu muncul perselisihan pendapat antara Muhammad Yamin dan Soedjatmoko. Yamin berpendapat bahwa penelitian ilmiah seharusnya mengarah pada interpretasi nasionalis yang dapat berguna untuk memperkuat kesadaran nasional. Sodjatmoko berpendapat nasionalisme mengesampingkan pendekatan ilmiah murni, karena itu ia menjunjung tinggi tanggung jawab perorangan dan semacam universalisme abstrak. Soedjatmoko kalah suara dikarenakan pendekatannya tidak sesuai dengan kondisi masyarakat tahun 1950-an, saat rakyat di Indonesia didorong untuk menjadi orang Indonesia.

Terlepas dari penjelasan mbulet plus ruwet itu, historiografi adalah bentuk tanggung jawab kita terhadap kehidupan dan Tuhan. Lah kok bawa-bawa Tuhan? Yaiyalah, satu-satunya hal yang tidak bisa dilakukan oleh Tuhan adalah merubah sejarah. Berarti sejarawan itu diatasnya Tuhan dong? Terserah kalian mau memikirkan seperti apa, tapi itu sedikit anekdot yang nunjukin kalo kita sebagai sejarawan juga dituntut untuk mempertanggungjawabkan suatu permasalahan yang sedang kita kaji. Tengok rumusan masalah kalian wahai adek-adek yang cantik dan unyu-unyu, sudahkah kalian mengangkat masalah dengan adil? Makanya ada sebuah ide yang muncul di kala historiografi sejarah di Indonesia masih begini-begitu aja. Yup, pendekatan sejarah secara post-modernisme? Seperti apa itu? Nanti, saya belum belajar hahaha. Sedikit bocoran, baca bukunya Fukuyama yang judulnya agak ngeri, The End of History (adek-adek cantik kalo pengen bukunya, ping me ya :P). Doi nulisnya pake pendekatan post-modern. Secara garis besarnya, pendekatan post-modern ini memandang bahwa segala sesuatu yang ada di kehidupan kita layak untuk dikaji. Jadi misal sejarah PKI, kan yang dibahas culik-menculik doang kan? Pernah nggak ada yang nulis tentang kondisi rumah Pak Nasution? Senapan yang mereka pakai untuk memberondong jenderal-jenderal tersebut? Pendekatan post-modern bisa dijadikan sebagai metode alternatif dalam historiografi sejarah Indonesia di masa modern sekarang. Biar tulisan kita tidak memihak hitam atau putihnya doang, tapi bisa lebih komprehensif dalam menulis suatu penelitian sejarah. Mengenai post-modernisme, nanti lah diagendakan dalam posting selanjutnya.


Historiografi hitam-putih ini juga punya efek samping, persis kalo kalian habis minum obat flu. Dampak lainnya dari historiografi tak lain dan tak bukan adalah berkembangnya MITOS SEJARAH. Saya akan membahas mengenai mitos sejarah dalam posting selanjutnya. Sebagai contoh di sini adalah penjajahan Belanda di Indonesia. Mulai dari orang Papua yang masih pake' koteka sampe cabe-cabean dan terong-terongan pasti tahu tentang hal itu. Pada jaman SD dulu, kalo kita ditanya berapa lama kita dijajah Belanda (kita? lu aja keles). Pasti rame-rame menjawab kompak serempak dijajah selama 350 tahun. Nah pertanyaannya sekarang, emang bener kah Indonesia dijajah Belanda selama itu? Itu nanti Dek, Mbak, Mas, akan saya jelaskan di postingan selanjutnya ;) Di jamin dah kalian akan menjadi (sedikit) lebih pinter membaca blog dan postingan saya ini hahaha. Tapi bisa nemu blog ini gak ya?

Fenomena pemahaman 350 tahun dijajah Belanda, itu juga hasil dari historiografi gaess. Apalagi pada waktu itu Belanda yang punya kuasa di tanah air kita, ngomong asal njeplak pun didenger dan mau gak mau harus diinget. Serius, 350 tahun itu awalnya statement njeplak gaess!!! Tapi karena Belanda jadi meeneer di Indonesia, ya akhirnya sampe sekarang buku-buku sejarah yang beredar masih setia menuliskan Indonesia dijajah 350 tahun. Pikirkan, relakah negerimu dihina seperti itu? (sok nasionalis hahaha)

Makanya Dek, mumpung kalian masih cantik-cantik dan bersemangat, maka selamilah sejarah secara dalam. Maka niscaya kalian akan menemukan betapa indahnya sejarah, dan endingnya mikir ternyata sejarah itu rumit juga ya hahaha serumit memahami isi hatimu Dek :D
Jangan cuma ke Bapersip, ke perpustakaan hanya sekedar mengejar lulus dengan tepat waktu dan IPK bagus. Percayalah dek, lulus tepat waktu itu gak keren. Yang keren adalah lulus di waktu yang tepat hahaha...
Next posting, saya akan membahas mengenai MITOS DAN SIMBOLISASI SEJARAH termasuk membahas fenomena Indonesia vs Belanda selama 350 tahun dan mitos-mitos yang lain...

 -- BERSAMBUNG --

Rabu, 07 Januari 2015

SEJARAH MASA KINI, SEJARAH UNTUK MASA DEPAN (Bagian 1)

WHAT IS HISTORY?

Oke gaess kali ini saya mau nulis topik yang sedikit lebih serius. Bila postingan sebelumnya saya ngobrol tentang kisah perjalanan panjang saya ke Pacitan, maka kali ini saya akan nulis tentang bidang keilmuan yang saya tekuni. Yap, bisa dilihat dari judulnya kan, saya mendalami SEJARAH. Mungkin sebagian di antara kalian ada yang langsung bertanya, kenapa sejarah harus didalami? Apa pentingnya sejarah? Buat nyari kerja juga gak bisa? Tuh yang nulis blog aja masih nganggur? (Eh lha kok buka aib?) Itu nanti pelan-pelan bisa terjawab di sini asal kalian-kalian gak males bacanya dan bener-bener memahami isinya (Semoga ya :D)

Kita semua tahu, sejarah itu (cenderung) disepelekan. Bahkan anak muda jaman sekarang menganggap sejarah itu sebagai guyonan. Gak percaya? Banyak yang bilang yang seneng sejarah gak bakalan bisa move on kalo putus cinta. Nah hubungannya sejarah sama putus cinta itu apa? Masa lalu? Akhirnya jadi lagu dangdut koplo yang lagi ngetrend itu, masa lalu biarlah masa lalu (Samar-samar terdengar lagu Masa Lalu). Nih Pakdhe D.N. Aidit aja punya statement menarik tentang sejarah dan cinta hahaha...



Did you see? Hahaha, sangat menggelikan. Sejarah kelam identik dengan PKI, ya dihubungkan saja dengan kelamnya kehidupan percintaan kalian :D

Nah melalui tulisan ini saya ingin memberikan sedikit pencerahan mengenai sejarah, biar kalian semua gak sesat, biar adek-adek kelasku (yang syukur kalo nemu blog ini) bisa paham tentang makna sejarah yang lebih dalam. Iya biar gak cuma ngurusin organisasi atau sibuk ngublek seisi gedung Arsip Jatim guna menemukan beberapa lembar sumber primer

Sebagai permulaan, dan lagi-lagi saya harus mengulangi. Sejarah itu (cenderung) disepelekan. Seolah-olah sejarah merupakan ilmu yang gak berguna. Saya jujur merasa kecewa dengan paradoks pemikiran yang seperti itu. Iya, karena sesungguhnya mereka hidup itu berproses dan perjalanan hidup mereka merupakan sejarah mereka sendiri. Ambil contoh aja yang simple, balik lagi ke masalah cinta. Mungkin kalian-kalian sudah pernah putus cinta, atau minimal merasakan cinta di saat muda (kalo gak pernah merasakan, patut dipertanyakan). Kalian pasti pernah curhat entah via sms, telepon, chatting, email, ngobrol dengan teman, atau bahkan ngobrol sendiri. Kalian cerita, jatuh cinta rasanya ini itu, ternyata doi punya pasangan, ternyata aku ditolak, ternyata dia homo, bla bla bla... Sebenernya itu bagian kecil dari apa yang disebut sebagai SEJARAH. Sejarah berbicara mengenai perkembangan dan perubahan. Kalo gak berubah, ya berkembang. Cuma itu aja, dan itu juga berlaku di permasalahan cinta kalian baik yang menyenangkan dan menyedihkan. Hari ini anda pertama kali bertemu dengan pujaan hati anda, selanjutnya anda merasa suka, berlanjut dengan mencari info tentang si doi, dan sebagainya. Itulah perubahan, itulah perkembangan (coba bayangkan waktu kalian lagi fallinlove).

Yang menggelikan adalah kenyataan bahwa mereka yang meremehkan sejarah adalah orang-orang yang pernah merasakan hal itu juga. Saya cuma ambil contoh yang ringan saja, tapi pemahaman tentang perubahan dan perkembangan itu terjadi di semua sendi kehidupan kita. Foto dari kita jabang bayio sampai secakep sekarang juga sejarah, sumber primer kita dalam menyusun cerita perjalanan hidup kita. Lantas mengapa sejarah itu diremehkan? Bahkan di tingkat universitas tak jarang saya dan teman-teman saya dulu bercerita tentang pandangan miring orang lain terhadap keilmuan sejarah.

Teman akrab saya dulu pernah berkata, mungkin karena sejarah tidak ada sisi praktisnya, sehingga terkesan tidak bisa digunakan. Bahkan dalam hal yang lebih kompleks dalam hidup, misalnya mau berkenalan dengan calon mertua, pasti ditanya kuliah di mana? Belajar apa? Jika dijawab belajar di Fakultas Kedokteran, Ekonomi, Farmasi, pasti bilang bagus. Tetapi kalo sejarah? Tunggu dulu, mungkin si calon mertua akan bertanya-tanya, sejarah nantinya kerja apa? Mau jadi apa?
Teman akrab saya ini juga pernah berdebat mengenai prospek kerja dengan seorang yang sepuh. Dia berpendapat ilmu sejarah kedudukannya setara dengan ilmu kedokteran, ekonomi, fisika, farmasi, dan semuanya. Jika tidak ada orang sakit, maka dokter tidak pernah ada. Jika manusia tidak mengenal perdagangan, maka teori ekonomi Adam Smith gak bakal ada harganya. Semua ilmu diciptakan karena derajatnya sama dan pasti berguna untuk kehidupan. Untuk urusan pekerjaan, terserah kita mau bekerja apa. Tengoklah Erwin Gutawa, siapa sangka komposer hebat ini (dan calon mertua saya) sebenarnya alumni jurusan Arsitektur UI? Kemauan itu kembali kepada kita dan semua hasilnya tergantung dari ikhtiar kita.

Sejarah itu selalu berkembang dari masa ke masa, jadi jangan dianggap hanya sebagai pelengkap pelajaran di sekolah. Kalian salah, Dik. Iya kalo hidup kalian gak tumbuh gak berkembang, kalian bisa menyingkirkan sejarah. Kisah cinta aja ada makna sejarahnya kok :D


Seperti ilmu-ilmu lainnya, sejarah juga punya metode, punya aturan sendiri jika mau mendalami sejarah. Jika kalian masih menganggap belajar sejarah itu bakal bikin kalian gagal move on dari putus cinta, percayalah kalian salah. Karena kalian hanya bisa move on kalo sudah dapat pacar baru hahahaha... :D

---BERSAMBUNG---


Senin, 05 Januari 2015

Pantai Klayar dan Pantai Banyutibo, Surga Tersembunyi di Pacitan

Oke, ini merupakan coretan pertamaku setelah gagal ngeblog hahaha :D Di sini aku bakal ngasih tau kalian semua tentang keindahan sebuah daerah di Jawa Timur, tepatnya di Kabupaten Pacitan. Yup, kabupaten di ujung selatan Jawa Timur ini menyimpan segudang tempat yang eksotis. Sebenernya penasaran juga, kayak gimana ya wajah dari Pacitan ini? And do you know, Pacitan gak semegah kota-kota yang ada di bayanganku hahahaha... Kotanya simple, sangat sederhana, gak seberapa rame... Tugu selamat datangnya aja dipahat di dinding bukit kapur gitu tepat di sebuah tikungan tajam yang agak ngeri (soalnya bawahnya jurang men!!!)

(Courtesy Google Images)

Wait..wait..aku lupa mau ngasih tau kenapa aku bisa sampe di Pacitan hehehe... Jadi waktu itu tanggal 1 Januari 2015 (baru kemaren kan?) aku sama temenku yang namanya Ali uda ngerencanain buat solo touring ke suatu SURGA DUNIA bernama PANTAI KLAYAR, dan itu ada di Pacitan, di bibir Samudera Hindia!!! Iya, kita nyebut perjalanan kali ini sebagai solo touring, karena kita cuma berdua aja, pake motor Honda Beat-nya si Ali. Yaaa, itung-itung uji ketahanan juga sih soalnya menurut info dari dukun paling terkenal seantero jagad milenium sekarang, Mbah Google, perjalanan bakal nempuh waktu 10 jam. Giilaaaaa, 10 jam di atas motor, bayangin aja rasanya pantat bakal berasa panas, pegel linu, dan basah (bayangin aja sendiri ya)

Kita berangkat dari kediaman kita tercinta di desa Perning, Kec. Jetis, Kab. Mojokerto tepat pukul 20.30. Dalam perjalanan panjang kita kali ini, kita sepakat akan ngetem di Madiun yang kita anggap sebagai titik tengah antara Mojokerto dan Pacitan. Kali ini aku sebagai driver dan Ali sebagai navigatornya (kayak reli aja hahaha). Aku kebut saja, melewati rute Mojokerto-Jombang-Nganjuk dan berakhir di Madiun. Tepat 3 jam perjalanan si Beat-nya Ali nyampe juga di Madiun. Kita ngopi sebentar di alun-alun Madiun sembari ngademin si Beat sekalian melemaskan otot punggung yang kaku. Betewe, mbak-mbak yang jual kopinya CANTIK GILAAKKKK :D Sayang aku gak sempet moto si doi soalnya banyak cowok kesepian yang berharap ngedapetin (minimal) perhatiannya hahahaha...

Setelah 30 menit kita ngopi, tepat jam 00.00 kita lanjut untuk perjalanan selanjutnya. Rute kali ini yg akan kita tempuh Madiun-Ponorogo-Pacitan. Untuk perjalanan bagian kedua tetep aku yang jadi driver sementara Ali yang jadi navigator dengan hapenya yang layarnya segede talenan. Sesampainya di Ponorogo kita ketemu sama rombongan touring dari Sidoarjo yang kebetulan memiliki tujuan yang sama. Jadilah kita gabung sama mereka dan ngebutnya semakin menjadi-jadi. Baru separuh jalan menempuh Kabupaten Ponorogo hujan menerpa. Tak lupa memakai jas hujan, Ali berganti menjadi driver dan aku duduk manis di belakang.

Ternyata setelah itu jalanan yang kita lalui sangat menantang. Memasuki Kecamatan Slahung, Ponorogo, jalanannya naik turun di perbukitan kapur. Di kiri jalan sudah ada jurang yang menganga, kalo gak hati-hati bisa ceblok dan gagal ke pantai deh hahaha xD

(Courtesy Anjaz Rudhi on Panoramio)



Nih ane kasih lagi fotonya, sebagai gambaran aja ya gaess... Kan aku sama si Ali melintasi jalur Tokyo Drift ini malem jadi tak kasih foto pas siangnya aja ya...

(Courtesy Anjaz Rudhi on Panoramio)


Bayangin aja jarak Ponorogo-Pacitan sekitar 88 km (habis liat plang ijo milik Indosat di Ponorogo hahaha) dan sekitar 38 km harus melalui jalur macam film Tokyo Drift katak gini. Gak kebayang kalo bus Aneka Jaya yang jurusan Surabaya-Pacitan lewat tuh jalan -_-" (itu bus ukuran gede dengan jalan segitu)

Setelah menempuh perjalanan panjang sampailah tim touring penyusup ini di sebuah pom bensin di Pacitan. Pas ngliat hape, waktu menunjukkan tepat pukul 03.00 dini hari, tanggal 2 Januari 2015. Dengan diiringi gerimis sepanjang perjalanan Ponorogo-Pacitan, kami beristirahat di salah satu sudut pom bensin. Namun karena perutku dan perut si Ali tak bisa diajak berkompromi, maka kita memutuskan berpisah dan nyari makan di pasar. Jam 3 pagi aku pikir di pasar induk Pacitan sudah banyak bakul nasi yang uda buka, ternyata cuma 1 saja yang buka, itupun ibuk penjualnya tidur. Karena keadaan darurat kita bangunin ibuknya dan pesan 2 porsi nasi rames dengan teh panas. Tanpa pikir panjang kita lahap saja tuh nasi rames hahahaha... Puas mengisi perut kita tidur di pom tadi, lumayan bisa beristirahat sebentar. Tak terasa waktu menunjukkan jam 05.30, kita bangun dan cuci muka sekenanya dan siap melanjutkan perjalanan hehehehe... Tujuan pertama kita adalah PANTAI KLAYAR, dan lagi-lagi Ali menjadi driver sementara aku jadi navigator (FYI, Ali adalah raja jalan pegunungan!!!)

Setelah hampir 1 jam melewati medan berliku plus pemandangan Teluk Pacitan dari bukit Sedeng, kita sampai di PANTAI KLAYAR gaesss!!!! GILAAAAAKK pantainya indah banget!!!

(Pantai Klayar dilihat dari bukit)


Ini guweh...sangat antusias dengan yang namanya pantai,apalagi pantainya macem PANTAI KLAYAR!!!

(berlagak macam baywatch)

Nah ini si Ali, patner in crime sekaligus navigator ulung dan juga raja jalanan tanjakan plus...plus...plus...hahaha... Beachboy dan backpacker-wanna be!!!

(si raja tanjakan)


Kalian liat, di belakang foto si Ali yang ganteng itu (okefix) ada gugusan karang besar yang menjorok ke laut dan dipasang semacam pagar. Di situ letak sebuah objek yang konon katanya sangat tersohor...SERULING SAMUDERA... Hmmm, gimana ya jelasinnya? Oke SERULING SAMUDERA itu semacam lubang kecil di tengah karang yang bagian bawahnya itu berlubang dan bila terkena terjangan ombak maka semburan air dan angin keluar dari lubang itu (suaranya macam rem angin bus Aneka Jaya gaess). Tapi ada yang bilang kalo SERULING SAMUDERA itu kadang kala bisa bunyi karena angin yang terbawa hempasan ombak. Kalo beruntung bisa denger bunyinya gaess, tapi kami kemaren gak beruntung karena kita kena semburan air lautnya yang menyebabkan sekujur tubuh kita asin tersiram air laut, begitu juga dengan tas,pakaian,dompet,kamera,dan hape kita. Karena tidak kuat menahan pedihnya air garam Samudera Hindia, Blackberry Gemini saya akhirnya harus "game over" T_T

(terinspirasi Avatar Aang)


(Seruling Samudera after accident)


(freaky man upon the hill)


Berhubung uda terlanjur seneng dan basah, lupa deh kena musibah game overnya bebeku, dan kita foto-foto lagi hahaha xD

Setelah puassss berfoto-foto dan menjelajah bukit di sekitar PANTAI KLAYAR, kita menuju spot berikutnya yaitu PANTAI BANYUTIBO. Sebenernya di jalur menuju PANTAI KLAYAR itu ada jalan bercabang yang menuju pantai-pantai indah lainnya, seperti PANTAI BANYUTIBO dan PANTAI MBUYUTAN.

PANTAI BANYUTIBO terletak sekitar 3 km dari PANTAI KLAYAR, dan pantainya ada air terjun kecil yang langsung ke bibir samudera. Bisa dibayangin deh indahnya gimana hehehehe

(BANYUTIBO yeeaaaahhh!!!)


(mengamati cewek-cewek di bawah)


(masih ada pantai lagi???)


Nah gaess di foto yang ketiga itu aku kan lagi noleh ke arah kanan, soalnya ternyata dari atas bukit kurang tempatku difoto terlihat objek wisata pantai lagi, sekitar 1 km kalo lurus dari pandanganku. Entah itu pantai apa yang jelas pantainya landai dan berpasir putih.
Puassss menikmati panorama di PANTAI BANYUTIBO aku dan Ali memutuskan untuk pulang ke Mojokerto. Kita take off dari kota Pacitan pukul 15.00 dan landing di Perning tepat pada pukul 21.00. Meskipun badan kita pegel linu dan sepanjang perjalanan menahan rasa kantuk, namun kita senang karena misi kita mengunjungi Pacitan terselesaikan.

Oiya ada beberapa tips nih buat kalian yang mau ke Pacitan:
1. Usahakan full tank di Madiun (bila berangkat malam hari seperti aku) atau di Ponorogo (bila berangkat siang/sore) karena setelah memasuki Kecamatan Slahung, Ponorogo maka tidak ada pom bensin sama sekali sampai memasuki kota Pacitan dan susah menemui toko yang menjual bensin eceran di malam hari di tengah hutan (medannya masih hutan gaess, sepanjang Slahung sampai kota Pacitan)
2. Bagi yang berminat ke Pantai Klayar, di sekitar pantai ada beberapa rumah penduduk setempat yang dijadikan homestay/penginapan
3. Berhati-hatilah melewati Slahung, karena jalur rawan longsor dan licin, serta gelap karena minim penerangan

Sekian dulu catatan perjalananku dan si Ali kali ini. Next time kita akan melakukan perjalanan-perjalanan lainnya, menikmati indahnya pantai dan pemandangan yang ada di Indonesia (amin amin amin). Silahkan tinggalkan komentar di bawah atau sharing-sharing juga boleh, atau ngajakin kita merencanakan perjalanan seperti ini juga tidak apa-apa. Semakin banyak teman semakin baik. Akhir kata, wassalam dan jagalah keindahan alam Indonesia... ^_^

- From PACITAN with LOVE