Senin, 17 Agustus 2015

GILI LABAK, PESONA TERSEMBUNYI BUMI SUMEKAR



Welcome to Hidden Paradise, Gili Labak

 
Gili Labak? Ya, sepintas orang akan berpikir, yang namanya “gili” pasti berkata itu adalah wilayah Nusa Tenggara Barat. Ga perlu jauh-jauh ke Nusa Tenggara, di Jawa Timur –tempat lahir dan tempat di mana saya dibesarkan- juga ada banyak gili, tersebar di sebelah timur Sumenep. Di antara banyak gili yang ada di Sumenep, mungkin Gili Labak ini yang paling ngehits di kalangan pelancong. Pantai pasir putihnya yang cantik, pesona bawah laut yang cakep, serta keadaan pulau yang masih sepi menjadi racun pikiran kita untuk menyiapkan perjalanan ke sana.

Well, kita memilih hari libur panjang di suasana kemerdekaan ini karena cuma saat itu saja banyak dari kita libur panjang dari pekerjaan ataupun kegiatan kampusnya. Menyusun rencana perjalanan ke pulau yang sedikit “antah berantah” itu pun juga sedikit susah. Berawal dari 15 orang yang menyatakan sanggup untuk berpetualang, mendekati hari H, beberapa ada yang mengundurkan diri. Aku dan teman-teman juga kebingungan, terus terang saja rupiah kita ga seberapa tebel jadi kita ke sana ke mari mencari pengganti. But finally, kita akhirnya berangkat juga dengan 13 orang peserta.

Setelah melakukan persiapan untuk perbekalan dan tenda, kita berangkat hari Sabtu (15 Agustus 2015) siang ke Terminal Purabaya untuk menuju Sumenep dengan bus tujuan Surabaya-Kalianget. Kita sampai di Kalianget sekitar pukul 8 malam, dan sedikit bersantai setelah pantat kita sedikit panas dingin merasakan 6 jam perjalanan dari Purabaya sampai Pelabuhan Kalianget. Dan terus terang, aku kelaparan! Kalo perut ini tidak segera diisi, bisa dipastikan badan bakalan meriang masuk angin dihajar angin laut yang cukup kenceng malam itu. Segera saja bersama Bolod, Tewe, dan Dila, kami mencari warung makan. Apa saja yang penting makan! Sementara kita makan, yang lain ada yang mencari kopi, makanan ringan, nyari toilet, dan lainnya.

Sejenak rehat, kita menuju Pulau Poteran untuk menginap di rumah Pak Sahari yang akan menyewakan kapalnya untuk mengantar kita ke Gili Labak. Cuma 5 menit menyebrang dari Pelabuhan Kalianget dan jalan kaki sedikit akhirnya kita sampai di rumah empunya perahu. Malam itu dihabiskan dengan tidur, nyolokin charger hp, dan ngobrol sama Pak Sahari and the gang. Pak Sahari menjelaskan tentang perjalanan esok pagi yang akan kita tempuh. Sementara aku sendiri, mencoba nyari info buat ngetrip ke Kangean. Itu rencana panjang, entah kapan bakalan keturutan. Jujur, aku sendiri sempet heran, Pak Sahari mau-maunya nampung 13 orang yang sedikit ga jelas ini buat nginep di rumahnya, bikinin teh anget (yang katanya kelewat manis), sampai mau dititipin belanjaan buat bekal teman-teman di sana. MADURA WAS NOT ONLY ABOUT BEBEK SINJAY, JURAGAN ROMBENG, BUT THERE’RE MANY KINDNESS HERE!

Erwin

Waktu nyebrang ke Talango, nginep di rumahnya Pak Sahari


Esok sudah menyapa, dan kita bangun jam 4 pagi karena jam 5 kita sudah harus berangkat. Kalo agak siang bisa-bisa kita berhadapan dengan gelombang laut yang cukup tinggi. Jangankan siang, kita berangkat sepagi itu aja uda ketemu gelombang laut yang sukses membuat beberapa manusia ini mabok laut. Perjalanan terasa sangat lama, karena kita diombang ambing sama gelombang laut. Pelan tapi pasti, sebuah pulau mungil terlihat dari kejauhan. Yup, that was Gili Labak! Setelah menempuh 2,5 jam perjalanan sampailah kita di Gili Labak. Di sana sudah ada beberapa grup pelancong yang sudah terlebih dahulu main air laut dan snorkeling. Cuman saying, pantainya uda agak sedikit kotor sama sampah-sampah. Ga banyak memang, tapi cukup miris aja. Ga tau deh 10 tahun ke depan apakah Gili Labak masih bersih atau makin banyak sampahnya. Tuhan, tolong jauhakan Gili Labak dari siksaan manusia-manusia Indonesia yang ga tau kebersihan.

Dermaga Talango di pagi hari

Gili Labak? Gili Lawak?

Mas Koko


Well, kita akhirnya mendirikan 4 buah tenda dan mengibarkan bendera merah putih raksasa (yang katanya salah seorang pelancong keliatan dari jauh) dan memberi pagar teritori wilayah kekuasaan kita hahaha. Sementara yang lain memasak sarapan, kita sibuk menata barang-barang bawaan yang cukup banyak. Dan sarapan pun matang, kita lahap dengan ganas karena kita ga sarapan sejak berangkat dari Pulau Poteran. Setelah beres sarapan, agenda selanjutnya adalah berenang di laut, snorkeling, dan foto-foto hahaha.

Rumah kita sendiri

Tomi lagi pasang pasak

Penduduk RT 72

Yoook carriernya dipilih dipilih

Para chef berkumpul

Sarapan? Pecel!!!

Me! the author of this blog :)

Tomi Ali Erwin

Mas Bolod dan Mbak Tewe

Mbak Tewe

Erwin

Titot (shit! posenya)

Mas Koko

Bli Bendon

Kepala Desa Pak Benu

Ali Gulali, partner in crime yang habis kena mabok laut





Sampai sore kita dimanjakan dengan pemandangan laut yang eksotis. Tak peduli panas, kita tetap menikmati perjalanan ini. Senja menyapa dan pemandangan sunsetnya itu loh! Gila, sumpah keren, dan mendadak pulau terasa sunyi karena sudah banyak yang bertolak ke Kalianget. Masih ada yang snorkeling dan berburu foto bawah air. Beberapa grup stay di pondokan-pondokan kecil dekat toko-toko penduduk setempat. Dan tempat kami camping menjadi terasa sunyi karena sedikit jauh dari pemukiman penduduk. Malam menyapa dan waktunya membakar ikan hasil membeli dari pemancing setempat. Sesudah makan malam, dilanjutkan dengan menikmati awan galaksi Bimasakti yang menghias langit malam itu dan begadang di depan api unggun. Bulan sabit pun tak kalah cantiknya, serupa senyuman Mama :) Aku memilih tidur lebih awal, karena suatu hal yang ga bisa dijelaskan hahaha.

snorkeling di sore hari

pohon yang ngehits banget di Gili Labak

Sunset di Tanah Anarki

persiapan bakar-bakar ikan

fire fire fire!!

Mbak Tewe

Mas Bolod dan Mbak Tewe

Kaka Dila :)

Mas Bolod

Titot dan Kaka Dila

apa-apa'an ini?

ngopi..ngopi

the real sunset!

my leg guide me to you :D


Pagi hari, 17 Agustus 2015, sudah tiba. Kegiatan di pagi hari itu ya ngopi sama masak sarapan terakhir. Ada juga yang snorkeling lagi sambil berfoto di bawah air karena air lautnya pasang. Setelah puas melahap sarapan dengan brutal dan berfoto-foto ria, perahu Pak Sahari pun sudah menunggu untuk menjemput kami pulang. Dan akhirnya kita pulang lagi, menemui keramaian lagi, menemui peradaban lagi, dan… dan… dan… Sudahlah, terlalu banyak “dan” yang diucapkan, pokoknya cakep pake banget! Ga rugi sama sekali perjalanan jauh, rupiah terkuras, karena apa yang kami dapat lebih dari semua itu. Semoga Gili Labak tetap akan selalu asri, dan terima kasih sudah memberi kenangan yang sangat indah buat kami, aku, dan… Dan apa lagi ya? Dan aku seneng kamu bisa ikutan loh hahahaha… Sudah Sudah, sekian postingan kali ini, next trip adalah Pantai Tiga Warna episode 2 tanggal 23-24 Agustus 2015. Sampai jumpa lagi, kawan! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar