Welcome to Hidden Paradise, Gili Labak
Gili Labak? Ya, sepintas orang akan berpikir, yang namanya “gili”
pasti berkata itu adalah wilayah Nusa Tenggara Barat. Ga perlu jauh-jauh ke
Nusa Tenggara, di Jawa Timur –tempat lahir dan tempat di mana saya dibesarkan-
juga ada banyak gili, tersebar di sebelah timur Sumenep. Di antara banyak gili
yang ada di Sumenep, mungkin Gili Labak ini yang paling ngehits di kalangan
pelancong. Pantai pasir putihnya yang cantik, pesona bawah laut yang cakep,
serta keadaan pulau yang masih sepi menjadi racun pikiran kita untuk menyiapkan
perjalanan ke sana.
Well, kita memilih hari libur panjang di suasana kemerdekaan ini
karena cuma saat itu saja banyak dari kita libur panjang dari pekerjaan ataupun
kegiatan kampusnya. Menyusun rencana perjalanan ke pulau yang sedikit “antah
berantah” itu pun juga sedikit susah. Berawal dari 15 orang yang menyatakan
sanggup untuk berpetualang, mendekati hari H, beberapa ada yang mengundurkan
diri. Aku dan teman-teman juga kebingungan, terus terang saja rupiah kita ga
seberapa tebel jadi kita ke sana ke mari mencari pengganti. But finally, kita
akhirnya berangkat juga dengan 13 orang peserta.
Setelah melakukan persiapan untuk perbekalan dan tenda, kita berangkat
hari Sabtu (15 Agustus 2015) siang ke Terminal Purabaya untuk menuju Sumenep
dengan bus tujuan Surabaya-Kalianget. Kita sampai di Kalianget sekitar pukul 8
malam, dan sedikit bersantai setelah pantat kita sedikit panas dingin merasakan
6 jam perjalanan dari Purabaya sampai Pelabuhan Kalianget. Dan terus terang,
aku kelaparan! Kalo perut ini tidak segera diisi, bisa dipastikan badan bakalan
meriang masuk angin dihajar angin laut yang cukup kenceng malam itu. Segera
saja bersama Bolod, Tewe, dan Dila, kami mencari warung makan. Apa saja yang
penting makan! Sementara kita makan, yang lain ada yang mencari kopi, makanan
ringan, nyari toilet, dan lainnya.
Sejenak rehat, kita menuju Pulau Poteran untuk menginap di rumah Pak
Sahari yang akan menyewakan kapalnya untuk mengantar kita ke Gili Labak. Cuma 5
menit menyebrang dari Pelabuhan Kalianget dan jalan kaki sedikit akhirnya kita
sampai di rumah empunya perahu. Malam itu dihabiskan dengan tidur, nyolokin
charger hp, dan ngobrol sama Pak Sahari and the gang. Pak Sahari menjelaskan
tentang perjalanan esok pagi yang akan kita tempuh. Sementara aku sendiri,
mencoba nyari info buat ngetrip ke Kangean. Itu rencana panjang, entah kapan
bakalan keturutan. Jujur, aku sendiri sempet heran, Pak Sahari mau-maunya
nampung 13 orang yang sedikit ga jelas ini buat nginep di rumahnya, bikinin teh
anget (yang katanya kelewat manis), sampai mau dititipin belanjaan buat bekal
teman-teman di sana. MADURA WAS NOT ONLY ABOUT BEBEK SINJAY, JURAGAN
ROMBENG, BUT THERE’RE MANY KINDNESS HERE!
|
Erwin |
|
Waktu nyebrang ke Talango, nginep di rumahnya Pak Sahari |
Esok sudah menyapa, dan kita bangun jam 4 pagi karena jam 5 kita sudah
harus berangkat. Kalo agak siang bisa-bisa kita berhadapan dengan gelombang
laut yang cukup tinggi. Jangankan siang, kita berangkat sepagi itu aja uda
ketemu gelombang laut yang sukses membuat beberapa manusia ini mabok laut.
Perjalanan terasa sangat lama, karena kita diombang ambing sama gelombang laut.
Pelan tapi pasti, sebuah pulau mungil terlihat dari kejauhan. Yup, that was
Gili Labak! Setelah menempuh 2,5 jam perjalanan sampailah kita di Gili Labak.
Di sana sudah ada beberapa grup pelancong yang sudah terlebih dahulu main air
laut dan snorkeling. Cuman saying, pantainya uda agak sedikit kotor sama
sampah-sampah. Ga banyak memang, tapi cukup miris aja. Ga tau deh 10 tahun ke
depan apakah Gili Labak masih bersih atau makin banyak sampahnya. Tuhan, tolong
jauhakan Gili Labak dari siksaan manusia-manusia Indonesia yang ga tau
kebersihan.
|
Dermaga Talango di pagi hari |
|
Gili Labak? Gili Lawak? |
|
Mas Koko |
Well, kita akhirnya mendirikan 4 buah tenda dan mengibarkan bendera
merah putih raksasa (yang katanya salah seorang pelancong keliatan dari jauh)
dan memberi pagar teritori wilayah kekuasaan kita hahaha. Sementara yang lain
memasak sarapan, kita sibuk menata barang-barang bawaan yang cukup banyak. Dan
sarapan pun matang, kita lahap dengan ganas karena kita ga sarapan sejak
berangkat dari Pulau Poteran. Setelah beres sarapan, agenda selanjutnya adalah
berenang di laut, snorkeling, dan foto-foto hahaha.
|
Rumah kita sendiri |
|
Tomi lagi pasang pasak |
|
Penduduk RT 72 |
|
Yoook carriernya dipilih dipilih |
|
Para chef berkumpul |
|
Sarapan? Pecel!!! |
|
Me! the author of this blog :) |
|
Tomi Ali Erwin |
|
Mas Bolod dan Mbak Tewe |
|
Mbak Tewe |
|
Erwin |
|
Titot (shit! posenya) |
|
Mas Koko |
|
Bli Bendon |
|
Kepala Desa Pak Benu |
|
Ali Gulali, partner in crime yang habis kena mabok laut |
Sampai sore kita dimanjakan dengan pemandangan laut yang eksotis. Tak
peduli panas, kita tetap menikmati perjalanan ini. Senja menyapa dan
pemandangan sunsetnya itu loh! Gila, sumpah keren, dan mendadak pulau terasa
sunyi karena sudah banyak yang bertolak ke Kalianget. Masih ada yang snorkeling
dan berburu foto bawah air. Beberapa grup stay di pondokan-pondokan kecil dekat
toko-toko penduduk setempat. Dan tempat kami camping menjadi terasa sunyi
karena sedikit jauh dari pemukiman penduduk. Malam menyapa dan waktunya
membakar ikan hasil membeli dari pemancing setempat. Sesudah makan malam, dilanjutkan
dengan menikmati awan galaksi Bimasakti yang menghias langit malam itu dan
begadang di depan api unggun. Bulan sabit pun tak kalah cantiknya, serupa
senyuman Mama :)
Aku memilih tidur lebih awal, karena suatu hal yang ga bisa dijelaskan hahaha.
|
snorkeling di sore hari |
|
pohon yang ngehits banget di Gili Labak |
|
Sunset di Tanah Anarki |
|
persiapan bakar-bakar ikan |
|
fire fire fire!! |
|
Mbak Tewe |
|
Mas Bolod dan Mbak Tewe |
|
Kaka Dila :) |
|
Mas Bolod |
|
Titot dan Kaka Dila |
|
apa-apa'an ini? |
|
ngopi..ngopi |
|
the real sunset! |
|
my leg guide me to you :D |
Pagi hari, 17 Agustus 2015, sudah tiba. Kegiatan di pagi hari itu ya
ngopi sama masak sarapan terakhir. Ada juga yang snorkeling lagi sambil berfoto
di bawah air karena air lautnya pasang. Setelah puas melahap sarapan dengan
brutal dan berfoto-foto ria, perahu Pak Sahari pun sudah menunggu untuk menjemput
kami pulang. Dan akhirnya kita pulang lagi, menemui keramaian lagi, menemui
peradaban lagi, dan… dan… dan… Sudahlah, terlalu banyak “dan” yang diucapkan,
pokoknya cakep pake banget! Ga rugi sama sekali perjalanan jauh, rupiah
terkuras, karena apa yang kami dapat lebih dari semua itu. Semoga Gili Labak
tetap akan selalu asri, dan terima kasih sudah memberi kenangan yang sangat
indah buat kami, aku, dan… Dan apa lagi ya? Dan aku seneng kamu bisa ikutan loh
hahahaha… Sudah Sudah, sekian postingan kali ini, next trip adalah Pantai Tiga
Warna episode 2 tanggal 23-24 Agustus 2015. Sampai jumpa lagi, kawan! :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar