(Musik dari Mateus Asato - The Bridge mengalun...)
Dalam setiap pertemuan pasti ada perpisahan, bila ada awal pasti ada akhir. Itu adalah hukum dari Tuhan yang tidak bisa kita sadari. Namun yang membuat kita bingung adalah ketika kita harus bertemu pada sebuah titik akhir. Sebua titik di mana kita akan melepas semua yang sudah kita raih, apapun itu. Dan perjalanan kita menuju titik akhir itu bermacam-macam tergantung kita sebagai pemain teater yang sudah berjalan di jalan cerita Tuhan. Salah satunya mungkin dengan merelakan. Ya, let it go... Apakah merelakan itu worthy atau malah be worst?
Tengoklah mereka muda mudi yang bergembira memupuk perasaan mereka. Itu merupakan waktu di mana mereka belum memikirkan sebuah titik akhir. Pernikahan? Oh, itu masih sangat jauh. Pernikahan bukan merupakan suatu titik akhir, tapi tahap yang akan kita lalui dalam jalur hidup kita menemui banyak titik akhir nantinya. Bila datang suatu masa di mana mereka harus merelakan orang yang mereka cintai, apakah mereka siap?
Aku pernah sekali melihat acara motivasi di sebuah stasiun televisi swasta terkenal. Sang motivator menjelaskan bahwa cinta adalah suatu perasaan dan dorongan untuk selalu bersama dengan objek yang kita cintai. Artinya bila kita suatu saat harus berpisah, sederhananya cinta itu hilang. Padahal dalam kenyataannya apa yang terjadi bisa jadi lebih rumit dari itu. Serumit apakah? Bagiku itu adalah hal yang sangat empiris, kita tidak bisa menyimpulkan berbagai macam pendapat dari sekian juta orang. Tapi yang jelas sebagian besar pasti berkata bahwa bila menemui sebuah perpisahan pasti mereka belum sanggup menerima kenyataan bahwa mereka harus merelakan.
Ada pepatah mengatakan, bahwa cinta yang terhebat adalah merelakan orang yang kita sayang berbahagia dengan orang lain. Bukan karena sudah tidak sayang, tapi sadar bahwa ada yang lebih mampu membahagiakan dia dibandingkan kita. Tentu hal itu sangat sangat berat. Kita akan bertarung dengan pikiran dan perasaan kita. Kepala kita akan merasa panas. Ingat, masih ada Tuhan yang lebih tahu segalanya. Kita cukup tahu di tahu-nya kita dan tahu di tidak tahu-nya kita. Kembalikan kepada Tuhan, bila kalian mengimani Tuhan itu Maha Kuasa, Dia yang akan menentukan semua yang kita lakukan.
Dengan merelakan jiwa kita akan merasa sehat dan lebih kuat. Karena dengan kita berusaha ikhlas, kita akan terbiasa ikhlas. Orientasi perasaan kita bukan lagi sebatas hanya dalam kata saja. Kalian lupa, pacaran itu juga salah satu bentuk politik. Politik itu kepentingan, kepentingan apa yang kalian cari? Jika sepasang muda mudi memiliki visi dan misi yang sama, berarti kepentingan mereka sama dan sah-sah saja berpolitik dalam tingkat yang lebih lanjut yang kita sebut sebagai pacaran. Jika kita berpolitik dengan Tuhan, kita punya kepentingan apapun bila Tuhan tidak merestui atau menilai apa yang kamu cari itu tidak baik, maka gagal sudah politikmu.
Ada seorang temanku berkata, bahwa cinta itu adalah pernikahan. Cinta itu sepaket dengan jodoh yang dikirmkan oleh Tuhan kepadanya. Jujur, aku sendiri terhenyak sekuat itu kah iman seseorang kita benar-benar mengharapkan cinta? Atau sudah lelah berputus asa dan bertawakkal menyerahkan semuanya kepada Tuhan? Singkatnya aku terhenyak, sekuat itu keyakinannya. Aku merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dia. Dia membuatku sadar akan satu hal, sebelum ijab qobul semua perasaan itu hanya sekedar perasaan "menyukai". Cinta baginya (mungkin) ketika si suami sudah menggantikan ayahnya sebagai penanggung dosanya. Dia sudah melewati fase "merelakan" yang lebih dalam. Meskipun banyak di luar sana yang lebih dalam lagi kisahnya, tapi karena aku mendengarnya langsung jadi aku yakin temanku ini adalah sosok yang sangat kuat dan sehat jiwanya.
Lantas bagaimana dengan kita yang berjuang untuk memenangkan hati orang yang kita damba, malah dia memilih bersama orang lain? Pasti kita akan merasa kecewa, dan itu sangat manusiawi. Tapi bila berlarut-larut, kembalikan kepada Tuhan. Lagi-lagi Tuhan yang akan membimbingmu. Dekatkan diri kepadaNya, baktikan amalmu, dan akan terbuka jalan yang lebih baik. Temanku itu tadi pun berkata, Tuhan itu memiliki 2 jawaban: dekatkan dirimu kepaKu dan Aku akan mengirimkan dia untukmu, atau, bukan dia yang terbaik untukmu karena ada wanita lain yang lebih sering menyebut namamu dalam doanya.
Apapun itu, sekeras apapun usaha kalian, yakini saja bila suatu saat kalian harus merelakan apapun itu bentuknya, ikhlaskan saja. Bertawakkal, sapalah Tuhanmu dan ajaklah Dia biacara. Toh kita mendekatkan diri kepadaNya bukan hanya minta jodoh. Ada hal yang lebih besar dari itu semua: maut. Sudahkah kalian siap menemui kerelaan yang paling dalam di kehidupan ini? Maut adalah final destinantion, tidak ada yang bisa berkehendak bila sudah dijemput maut, kita bisa apa?
Jagalah baik-baik apa yang kalian punya, entah sahabat, kekasih, orang tua, keluarga, semuanya. Jagalah layaknya kalian menjaga diri kalian sendiri. Dan selalu percaya kepada kuasa Tuhanmu.
“Mereka berkata kepadaku, “Kamu harus memilih antara kesenangan di dunia ini dan kedamaian di akhirat nanti. Karena aku tahu dalam hatiku bahwa Sang Pujangga Agung hanya menggubah satu puisi, yang ditulis dengan sempurna dan mengalun dengan sempurna” - Kahlil Gibran
Ada pepatah mengatakan, bahwa cinta yang terhebat adalah merelakan orang yang kita sayang berbahagia dengan orang lain. Bukan karena sudah tidak sayang, tapi sadar bahwa ada yang lebih mampu membahagiakan dia dibandingkan kita. Tentu hal itu sangat sangat berat. Kita akan bertarung dengan pikiran dan perasaan kita. Kepala kita akan merasa panas. Ingat, masih ada Tuhan yang lebih tahu segalanya. Kita cukup tahu di tahu-nya kita dan tahu di tidak tahu-nya kita. Kembalikan kepada Tuhan, bila kalian mengimani Tuhan itu Maha Kuasa, Dia yang akan menentukan semua yang kita lakukan.
Dengan merelakan jiwa kita akan merasa sehat dan lebih kuat. Karena dengan kita berusaha ikhlas, kita akan terbiasa ikhlas. Orientasi perasaan kita bukan lagi sebatas hanya dalam kata saja. Kalian lupa, pacaran itu juga salah satu bentuk politik. Politik itu kepentingan, kepentingan apa yang kalian cari? Jika sepasang muda mudi memiliki visi dan misi yang sama, berarti kepentingan mereka sama dan sah-sah saja berpolitik dalam tingkat yang lebih lanjut yang kita sebut sebagai pacaran. Jika kita berpolitik dengan Tuhan, kita punya kepentingan apapun bila Tuhan tidak merestui atau menilai apa yang kamu cari itu tidak baik, maka gagal sudah politikmu.
Ada seorang temanku berkata, bahwa cinta itu adalah pernikahan. Cinta itu sepaket dengan jodoh yang dikirmkan oleh Tuhan kepadanya. Jujur, aku sendiri terhenyak sekuat itu kah iman seseorang kita benar-benar mengharapkan cinta? Atau sudah lelah berputus asa dan bertawakkal menyerahkan semuanya kepada Tuhan? Singkatnya aku terhenyak, sekuat itu keyakinannya. Aku merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dia. Dia membuatku sadar akan satu hal, sebelum ijab qobul semua perasaan itu hanya sekedar perasaan "menyukai". Cinta baginya (mungkin) ketika si suami sudah menggantikan ayahnya sebagai penanggung dosanya. Dia sudah melewati fase "merelakan" yang lebih dalam. Meskipun banyak di luar sana yang lebih dalam lagi kisahnya, tapi karena aku mendengarnya langsung jadi aku yakin temanku ini adalah sosok yang sangat kuat dan sehat jiwanya.
Lantas bagaimana dengan kita yang berjuang untuk memenangkan hati orang yang kita damba, malah dia memilih bersama orang lain? Pasti kita akan merasa kecewa, dan itu sangat manusiawi. Tapi bila berlarut-larut, kembalikan kepada Tuhan. Lagi-lagi Tuhan yang akan membimbingmu. Dekatkan diri kepadaNya, baktikan amalmu, dan akan terbuka jalan yang lebih baik. Temanku itu tadi pun berkata, Tuhan itu memiliki 2 jawaban: dekatkan dirimu kepaKu dan Aku akan mengirimkan dia untukmu, atau, bukan dia yang terbaik untukmu karena ada wanita lain yang lebih sering menyebut namamu dalam doanya.
Apapun itu, sekeras apapun usaha kalian, yakini saja bila suatu saat kalian harus merelakan apapun itu bentuknya, ikhlaskan saja. Bertawakkal, sapalah Tuhanmu dan ajaklah Dia biacara. Toh kita mendekatkan diri kepadaNya bukan hanya minta jodoh. Ada hal yang lebih besar dari itu semua: maut. Sudahkah kalian siap menemui kerelaan yang paling dalam di kehidupan ini? Maut adalah final destinantion, tidak ada yang bisa berkehendak bila sudah dijemput maut, kita bisa apa?
Jagalah baik-baik apa yang kalian punya, entah sahabat, kekasih, orang tua, keluarga, semuanya. Jagalah layaknya kalian menjaga diri kalian sendiri. Dan selalu percaya kepada kuasa Tuhanmu.
“Mereka berkata kepadaku, “Kamu harus memilih antara kesenangan di dunia ini dan kedamaian di akhirat nanti. Karena aku tahu dalam hatiku bahwa Sang Pujangga Agung hanya menggubah satu puisi, yang ditulis dengan sempurna dan mengalun dengan sempurna” - Kahlil Gibran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar